Sejak
digulirkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan
Nasional, Sekolah-sekolah pun berlomba-lomba meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan tujuan untuk mendapatkan gelar itu, gelar atau
sebutan itu antara lain; SSN (Sekolah Standar Nasional), RSBI (Rintisan
Sekolah Bertaraf Internasional), dan SBI (Sekolah Bertaraf
Internasional). Sekolah yang sarana-nya telah mendukung untuk
meningkatkan kualitas pembelajarannya sudah pasti akan secara otomatis
mendapatkan ketiga predikat tersebut, selanjutnya sudah tentu dengan
modal predikat itu secara signifikan akan meningkatkan pula nilai jual
sekolah tersebut.
Kesenjangan Nyata
Banyak
hingga bahkan seluruh dunia pun tahu bahwa situasi perekonomian Rakyat
Indonesia rata-rata berada dibawah garis kemiskinan, untuk makan pun
susah, apalagi untuk menyekolahkan anak-anaknya yang notabene adalah
anak bangsa juga. Dapat dibayangkan, untuk masuk ke sekolah regular
(tanpa predikat Internasional) saja harus mati-matian mengupayakan biaya
studi.
Sekolah
Berstandar Internasional (SBI) tentunya adalah sekolah dengan mutu
pendidikan yang secara teoritis dikatakan elit, elit kualitasnya,
termasuk juga biaya-nya, hanya dapat disanggupi oleh orang-orang yang
juga elit, dengan jabatan elitnya. Ada mitos yang mengatakan bahwa
sekolah dengan gelar Internasonal adalah sekolah yang siswanya hanya
terdiri dari siswa-siswa dengan kemampuan akademik yang baik.
Kenyataannya, Meskipun seorang siswa tidak memiliki kemampuan akademik
yang bagus, namun apabila latar belakang orang tuanya adalah dari
kalangan elit maka dapat dipastikan bahwa siswa tersebut bisa dengan
mudah mengecap pendidikan di sekolah bertitel Internasional. Pun
sebaliknya apabila ada seorang siswa yang memiliki kemampuan akademik
yang bagus namun berasal dari keluarga yang tidak berada lantas
berkeinginan untuk menjejaki pendidikan di sekolah yang bertitel
Internasional, maka lagi-lagi siswa tersebut harus dikecewakan dengan
tingginya biaya pendidikan yang diterapkan di sekolah Internasional
tersebut, belum lagi biaya-biaya lain yang harus ditanggungnya.
Keadaan
yang demikian, secara empirik dapat disimpulkan sebagai kesengajaan
pemerintah dalam menciptakan strata dan kasta didalam lingkungan
masyarakat. Dimana kehidupan sosial tidak akan lagi sesuai dengan
cita-cita pancasila yang tertuang dalam sila ke-dua dan ke-lima, yang
Akibatnya akan sistemik. Masih dalam kajian empirik, Sekolah Berstandar
Internasional (SBI) tak lebih hanya sebagai sekat pemisah antara Siswa
Kaya dengan Siswa Miskin, Siswa Pintar dengan Siswa Bodoh, Guru Bergaji
besar dengan Guru yang bergaji kecil, sekolah yang fasilitasnya lengkap
dengan sekolah yang fasilitasnya pas-pasan, serta berbagai bentuk
kongkrit kesenjangan lainnya.
Pendidikan Berkualitas?
Apa
sebenarnya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) ? Seperti kriteria yang
diketahui, Sekolah Berstandar Internasional (SBI) adalah sekolah yang
menerapkan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan
belajar-mengajar (KBM) pada beberapa mata pelajaran tertentu. Selain
itu, dalam proses pembelajarannya, Sekolah Berstandar Internasional
(SBI) juga menyusutkan jumlah siswa menjadi 28 siswa dalam setiap kelas
atau rombongan belajar, tujuannya adalah untuk memberikan kenyamanan
belajar. Tidak hanya itu, Sekolah Berstandar Internasional (SBI), juga
memiliki ruang kelas yang ber-AC, Fasilitas yang lengkap, guru yang
benar-benar professional, dan tentunya didukung dengan dana besar yang
digelontorkan oleh pemerintah secara berkala, tak tanggung-tanggung
untuk dana Blockgrant saja alokasinya bisa mencapai Rp. 300 hingga Rp.
500 juta. Bandingkan dengan sekolah yang tidak bertitel Internasional,
penunjang kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) yang tidak mumpuni, ruang
kelas sempit dengan jumlah siswa yang banyak dan tidak tertampung serta
pengap, guru-guru yang tidak professional karena tidak diperhatikan
kesejahterannya, pengantar belajar dengan bahasa Indonesia hingga bahkan
bahasa dan dialek daerah pun digunakan, serta tidak ada dana Blockgrant
atau sejenisnya. Sehingganya sekolah regular hanya menghasilkan siswa
yang sepenuhnya Indonesia, sementara Sekolah Berstandar Internasional
(SBI) akan memproduk siswa yang setara dengan pelajar di Negara-negara
Eropa. sangat ironis bukan..!? Coba dibayangkan, andaikan program
Sekolah Berstandar Internasional (SBI) dihapus dan Blueprint yang
mendasarinya diadaptasikan sebagai upaya pemerataan pendidikan di
seluruh Indonesia dengan kualitas Internasional. Maka Betapa majunya
pendidikan kita.
Walaupun
dikilahi, Sekolah Berstandar Internasional (SBI) secara ilmiah telah
melahirkan sebuah kontroversi sosial yang akut. Apa tujuannya
menciptakan sekolah yang kualitasnya ada yang bagus (SBI) dan ada yang
jelek (regular), apa tujuannya kalau bukan untuk melebarkan jurang
kesenjangan..!? Apa gunanya menerapkan pengantar belajar dengan
menggunakan Bahasa Inggris, apakah pemerintah tidak tahu bahwa
Siswa-siswa di Amerika Serikat (AS) pintar bukan karena bahasa inggris.
Namun karena memegang teguh nilai kebangsaan, penerapan bahasa inggris
sebagai bahasa pengantar di Sekolah Berstandar Internasional (SBI)
adalah bentuk nyata dari pengkhianatan pemerintah terhadap nilai-nilai
budaya bangsa. Dimana ini sangat kontras sekali jika dikaitkan dengan
tataran dan nuansa pendidikan.. jika sudah sedemikian kronis seperti
ini, sebagai langkah antisipatif maka hapuskanlah system gelar Sekolah
Berstandar Internasional (SBI) dan atau sejenisnya. Demi untuk kemajuan
pendidikan seluruh bangsa..***
0 komentar:
Posting Komentar