HARI Valentine jadi momen yang tepat untuk nonton film.
Tentu film yang romantis, mengisahkan romansa cinta sepasang kekasih.
Ada beberapa judul film bertema cinta yang tengah tayang di bioskop.
Stasiun TV juga menayangkan sejumlah film bertema cinta.
Kami juga tak mau ketinggalan merekomendasikan apa saja film-film
romantis versi kami. Yang kami pilih sengaja film-film romantis buatan
negeri sendiri. Rasanya untuk merekomendasikan film Hollywood terlalu
jamak, untuk tidak mengatakan mudah. Lagipula, sesekali sineas kita
menghasilkan film-film romantis yang tak kalah bagusnya dengan
Hollywood.
Kami juga sengaja membatasi daftar ini selama sepuluh tahun dari 2001
sampai 2010. Tujuannya bukan lantaran ingin melupakan film-film
romantis era lampau (Cinta Pertama, Badai Pasti Berlalu, Gita Cinta di
SMA, atau Kejarlah Daku Kau Kutangkap). Tapi untuk lebih mendekatkan
daftar ini pada Anda, pembaca budiman. Film-film sepanjang 10 tahun
terakhir rasanya masih lekat dalam ingatan kita. Akses ke film-film itu
juga lebih gampang, dari misalnya film era 1970-an atau 1980-an. (Kami
janji lain kali bakal bikin daftar “Film-film Indonesia Paling Romantis
Sepanjang Masa”)
Lantas, apa dasar kami memilih fim-film romantis berikut? Pertama,
tentu filmnya memang romantis. Terjadi perdebatan yang mengasyikan saat
kami membatasi hanya memasukkan 10 film sementara ada lebih dari jumlah
itu kandidat film yang masuk.
Hasil box office film juga kami pertimbangkan. Karena jumlah
banyaknya penonton, jadi indikasi paling mudah film tersebut berhasil
membuat orang merasakan romantisisme di dalamnya.
Meski demikian, daftar ini bukan daftar film romantis paling laris.
Bukan juga film idealis yang dimenangkan atas film komersil. Bagi kami,
ukurannya bukan film komersil vs. film idealis. Ukurannya ya film A buat
kami lebih romantis dari film B.
Kami sadar daftar ini sangat subyektif. Rasa romantis setiap orang
berbeda-beda. Oleh karena itu, daftar ini bisa juga semacam undangan
bagi Anda untuk membuat daftar film romantis versi Anda sendiri. Kami
persilakan.
10. Eiffel… I’m In Love (2003, sutr. Nasri Cheppy)
Tangan dingin Nasri Cheppy, sutradara yang sukses dengan Catatan Si Boy
di tahun 1980-an, lahir sebuah film bagi remaja era 2000-an. Sukses
film ini mendatangkan 3 juta penonton membuktikan sutradara senior era
sebelum kebangkitan film pasca 1998 pun masih bisa nyambung
dengan penonton generasi 2000-an. Dari sini pada hakikatnya, fim tak
mengenal dikotomi sutradara tua dan muda. Yang ada adalah film bagus dan
film jelek. Bagi 3 juta penonton Eiffel… adalah film yang
mampu membuat mereka terhibur, merasakan nuansa romantis di bioskop.
Diangkat dari novel karya remaja 17 tahun, film ini menangkat hubungan
benci tapi cinta antara Tita (Shandy Aulia) yang manja dengan Adit
(Samuel Rizal) yang cuek. Tita semula sudah punya pacar. Begitu pun
Adit. Tapi dari benci malah jatuh ke hati. Saat cinta bertemu, mereka
malah harus berpisah. Momen-momen model begini yang mungkin bikin
penonton gregetan dan pada akhirnya, menyukai film ini.
9. Romeo & Juliet (2009, sutr. Andibachtiar Yusuf)
Sutradara
Andibachtiar Yusuf meminjam lakon Shakespeare yang populer ke dalam
kisah cinta 2 insan di tengah fanatisme pendukung tim sepakbola pujaan.
Konflik keluarga Montague dan Capulet diganti pendukung Persib Bandung
dan Persija Jakarta. Di antara The Jak, pendukung Persija, dan Viking,
pendukung Persib, yang musuh bebuyutan terjalin cinta antara Rangga (Edo
Borne) dengan Desi (Sissy Priscillia). Tentu cinta mereka tak direstui.
Tapi, tentu pula, kekuatan cinta yang menang. Rangga-Desi akhirnya
memutuskan untuk kawin lari ke kota lain. Situs filmindonesia.or.id
menyebut film ini sebuah kisah cinta yang mengikuti alur drama
Romeo-Juliet yang terkenal itu, berniat juga untuk melawan kekerasan
dalam persepakbolaan.
8. 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta (2010, sutr. Benni Setiawan)
Dua
anak manusia jatuh cinta. Tapi ada tembok besar yang menghalangi cinta
mereka. Rosid (Reza Rahadian) dan Delia (Laura Basuki), dua anak manusia
yang dimabuk cinta itu, mengucap nama Tuhan dengan cara berbeda. Rosid,
Islam. Delia, Katolik. Film arahan Benni Setiawan ini menukik ke inti
persoalan: apa jadinya bila dua sejoli beda agama memadu kasih? Film ini
tak hendak memberi jawaban berupa doktrin. Melainkan hal-hal untuk
direnungkan. Begitu membuminya 3 Hati… membuat peraih Film Terbaik FFI 2010 ini terasa sangat real,
terutama bagi penonton yang mengalami dilema serupa. Pada akhirnya,
penonton (lewat tokoh di film) dibiarkan memilih apa yang baik bagi
mereka.
7. Ayat-ayat Cinta (2008, sutr. Hanung Bramantyo)
Ayat-ayat Cinta (AAC)
menandai kebangkitan kembali sebuah sub-genre yang lama tak dibuat
sineas kita: film Islam(i). Sebelumnya, film bertema islami, macam Rindu Kami PadaMu
(2004) karya Garin Nugroho, hanya populer di pinggiran. Lewat AAC,
dengan popularitasnya hingga 3,8 juta penonton, film islami masuk ke
ranah mainstream. Mengapa film islami bisa demikian digemari? Pangkal
soalnya bukan karena negeri kita berpenduduk Muslim terbesar. Melainkan
pada sosok Fahri (Fedi Nuril), mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir, yang
menemukan persoalan pelik memilih wanita yang akan dinikahinya. Cinta
segitiga yang kemudian dijalaninya dengan Maria (Carissa Putri) dan
Aisha (Rianti Cartwright) berhasil mengharu biru kita. Siapa yang tahan
tidak menitikkan air mata saat Maria akhirnya ikhlas melepas Fahri.
6. Heart (2006, sutr. Hanny R. Saputra)
Sineasnya,
Hanny R. Saputra menyebut filmnya menyajikan mood “keagungan cinta yang
menggenang.” Maksudnya, tentang cinta yang tertahan lantaran tak bisa
diekspresikan lebih bebas. Inti kisah Heart tentang cinta segitiga
antara Farel (Irwansyah), Rachel (Nirina Zubir), dan Luna (Acha
Septriasa). Farel jatuh cinta pada Luna. Tapi, Luna, walau juga
menyambut cinta itu, Rachel berusaha terus menghindar. Di saat
bersamaan, Rachel yang selama ini bersahabat dengan Farel, ternyata juga
jatuh cinta pada Farel. Rachel tak bisa mengungkapkan cinta pada
sahabatnya. Sedang Luna merasa percuma jatuh cinta karena sebentar lagi
ia dijemput maut digerogoti penyakitnya. Buat menceritakan mood cinta
segitiga Farel, Luna, dan Rachel tersebut Hanny menyuguhkan gabar-gambar
yang indah dipandang mata, pemandangan maupun tata artistik yang sering
kita saksikan dalam komik-komik serial cantik. Ingat momen pacaran di
danau atau berlari-lari di pegunungan? Tak dipungkiri, film ini berhasil
menyajikan suasana romantis.
5. Hari Untuk Amanda (2010, Angga Dwimas Sasongko)
Anda
mungkin pernah dengar, menjelang hari pernikahan cobaan berat biasanya
datang. Film ini mengangkat mitos itu. Sepuluh hari jelang
pernikahannya, Amanda (Fanny Fabriana) malah didekati mantan pacarnya,
Hari (Oka Antara). Calon suami Amanda, Dody (Reza Rahadian) sibuk
mengurusi pekerjaan kantornya. Alhasil, Amanda ditemani Hari mengantar
undangan. Dalam perjalanan itu, keduanya menapaki lagi cinta yang dulu
pernah dijalani. CLBK? Tentu. Tapi bukan itu inti film ini. Amanda
sempat ragu apa mnikah adalah pilihan tepat baginya. Namun pada akhirnya
ia tetap memilih. Cinta lama mungkin menggoda untuk dibangkitkan lagi,
tapi apa cinta lama itu yang terbaik bagi kita? Amanda sudah menentukan
pilihannya. Sebuah plihan yang menunjukkan kedewasaan diri.
4. Cin(T)a (2009, sutr. Sammaria Simanjuntak)
Seperti
3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, film ini juga mengangkat kisah cinta beda
agama. Hanya saja, pendekatan yang dilakukan Sammaria Simanjuntak
rasanya lebih baik dari 3 Hati… Pertama, ia mengandalkan
filmnya pada dialog sejoli yang jatuh cinta, Cina (tanpa ‘Rakyat” tanpa
“Republik”) ”) [“Aneh banget ya bokap lo. Udah tahu muka lo Cina. Masih
dikasih nama ‘Cina’”] dan Annisa [“Tega kali bapak kau. Udah tau muka
kau perempuan, masih dikasih nama perempuan”]. Yang kita saksikan bukan
hanya adegan romantis yang tak biasa (jemari digambari yang saling
menyatu) tapi juga ke persoalan filosofis tentang Tuhan, agama, hingga
teror atas nama agama. Ini misalnya: “Kenapa Allah nyiaptain kita
beda-beda. Kalau Allah ingin disembah dengan satu cara?” Yang dijawab,
“Makanya Allah ciptain cinta. Biar yang beda-beda bisa nyatu.”
3. LoVe (2008, Kabir Bhatia)
LoVe dibesut
sutradara asal Malaysia, Kabir Bhatia. Isinya 5 cerita cinta yang tak
saling berkaitan. Lima kisah dengan bintang terkenal. Ada Sophan
Sophiaan, Widywati, Darius Sinathrya, Luna Maya, Surya Saputra, Wulan
Guritno, Fauzi Baadila, Acha Septriasa, Irwansyah, dan Laudya Chintya
Bella. Deretan pemain itu saja membuat filmnya menarik untuk dilirik.
Belum lagi penggarapannya yang manis. Kabir berhasil merekam sudut kota
Jakarta yang kita lihat sehari-hari (halte busway, gang sempit, kafe,
hingga jalanan) terasa romantis dan sedap dipandang. Jangan tanya
kisahnya. Anda pasti akan ikut terhanyut dan terkenang terus. Seorang
pria pikun yang dicinta seorang wanita; suami yang dikhianati lalu
menemukan cintanya kembali; juga tentang cinta tanpa pamrih, tulus, dan
kekal.
2. Claudia | Jasmine (2008, Awi Suryadi)
Awi
Suryadi, sutradara film ini, tergolong sineas muda berbakat. Buat saya,
ini film terbaiknya. Kisah film ini sederhana saja. Tentang Claudia
(Kirana Larsati), gadis SMA yang tak pernah pacaran lantas bertemu
“pangeran tampan tanpa kuda putih”, dan Jasmine (Kinaryosih), gadis di
penghujung usia 20-an yang kesulitan mencari jodoh dan di saat bersamaan
lingkungannya mendesaknya untuk menikah. Awalnya kita mengira menonton
dua film (film tentang Claudia dan film tentang Jasmine), tapi Awi
rupanya memberi kejutan manis di akhir (yang rasanya dosa besar bila
diungkap pada yang belum nonton film ini).
1. Ada Apa dengan Cinta? (2002, sutr. Rudi Sudjarwo)
Tempo hari saya menonton lagi Ada Apa dengan Cinta?
(2002) dalam rangka ultah 10 tahun film ini. Setelah 10 tahun, film ini
masih membuat penontonnya terbetot pada pasang surut hubungan Rangga
(Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian Sastrowardoyo). Dari segi pengisahan,
plotnya meminjam ramuan komedi romantis: dari benci ke cinta,
terpisahkan, lalu karakternya sadar kalau ia tak bisa pindah ke lain
hati dan pada klimaksnya mngjar cintanya hingga ke bandara. Film ini
memang ditutup dengan perpisahan. Tapi sebuah puisi manis, serta senyum
Cinta dan Rangga, memberi rasa puas pada penonton.
Kita masih ingat bait puisinya.
Perempuan datang atas nama cinta
Bunda Pergi Karena Cinta
Digenangi air racun jingga adalah wajahmu
Seperti bulan lelap tidur di hatimu
Yang berdinding kelam dan kedinginan
Ada apa dengannya?
Meninggalkan hati untuk dicaci
Lalu sekali ini aku lihat karya surga
Dari mata seorang hawa
Ada apa dengan cinta?
Tapi aku pasti akan kembali dalam satu purnama
Untuk Mempertanyakan kembali cintanya
Bukan untuknya bukan untuk siapa
Tapi untukku...
Karena aku ingin kamu
Itu saja...
(ade/ade)
SUMBER
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar