Oleh Tanty Erlianingsih*
Heboh kasus “pencucian otak” oleh aktivis
Negara Islam Indonesia (NII) beberapa waktu yang lalu telah meresahkan
masyarakat. Keberhasilan doktrin NII yang dilancarkan kepada para
pelajar dan mahasiswa mengindikasikan masih lemahnya dan masih labilnya
jati diri mereka. Selain itu, menurunnya semangat kebangsaan
(nasionalisme) di kalangan pelajar dan mahasiswa disinyalir menjadi
faktor yang memperkuat keinginan mereka untuk bergabung dengan NII dan
berniat memisahkan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dan berupaya membentuk negara baru. Baru-baru ini pun kita dikejutkan
kembali dengan kejadian radikalisme dan terorisme seperti kerusuhan
antar pemuda di Ambon, Maluku, aksi penyerangan siswa SMAN 6 Jakarta
terhadap wartawan dan bom bunuh diri gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)
di Solo yang melibatkan para pemuda yang notabene adalah generasi
penerus bangsa. Apa sebenarnya yang terjadi dengan generasi muda kita
sekarang ini?
Berbagai peristiwa yang terjadi ini
mengindikasikan mulai lunturnya jati diri di kalangan pelajar dan
pemuda yang berimbas terhadap penurunan semangat nasionalisme. Jika pada
jaman pergerakan kemerdekaan semangat nasionalisme diperlukan dan
dibangkitkan oleh seluruh rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan
dari tangan penjajah maka kini di era globalisasi semangat nasionalisme
diperlukan untuk membangun bangsa menuju bangsa yang beradab,
bermartabat dan bersaing di dunia internasional tanpa meninggalkan
identitas kebangsaannya.
Berdasarkan sejarah, kebangkitan suatu
bangsa ditandai dengan kebangkitan dunia pendidikan yang di dalamnya
melibatkan generasi muda dan pelajar. Oleh karena itu, pendidikan
dituntut untuk mengambil peran dalam mengantisipasi semua kegiatan yang
mulai melunturkan semangat nasionalisme di kalangan pemuda dan pelajar.
Bangsa yang pemudanya tidak memiliki semangat nasionalisme yang tinggi
sudah dapat dipastikan tidak dapat bangkit dari keterpurukan dan berada
diambang kehancuran. Jika kita melihat kembali sejarah perjuangan
bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan tidak terlepas dari peran
penting para pemuda terpelajar, mulai dari berdirinya organisasi Budi
Utomo pada 20 Mei 1908 dan terjadinya peristiwa sumpah pemuda pada 28
Oktober 1928. Kaum muda terpelajar telah berhasil membangkitkan motivasi
rakyat Indonesia untuk terus berjuang merebut kemerdekaan yang telah
lama diidamkan oleh seluruh rakyat bangsa Indonesia. Sampai pada
akhirnya perjuangan itu membuahkan hasil dengan dibacakannya proklamasi
kemerdekaan regara republik Indonesia oleh Soekarno dan Mohamad Hatta
pada 17 Agustus 1945.
Ada kaitan yang erat antara pendidikan
dengan kebangkitan suatu bangsa. Tumbuhnya kesadaran baru atau
perubahan-perubahan di suatu negara dipastikan dipelopori oleh kaum muda
terpelajar. Jatuhnya rezim orde baru dan kebangkitan era reformasi di
Indonesia dimotori oleh kaum muda terpelajar. Hal ini menunjukkan betapa
besar kontribusi pendidikan terhadap kebangkitan dan kemajuan suatu
bangsa.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk memperbaiki karaker pemuda pelajar yang sudah mulai
kehilangan jati diri dan semangat nasionalismenya di antaranya adalah
menggulirkan pelaksanaan pendidikan berkarakter dan berbudaya bangsa.
Menurut Slamet Iman Santoso, sebagai bapak psikologi Indonesia yang
mendirikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, secara mantap
menyatakan bahwa; “pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan”.
Pada saat ini kita merasakan bahwa
pendidikan hanya mampu menghasilkan dan menampilkan banyak orang pandai
tetapi bermasalah dengan hati nuraninya. Oleh karena itu pengembangan
jati diri atau karakter individu harus dibangun, dibentuk, ditempa,
dikembangkan dan dimantapkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang baik
sehingga muncul “hasrat untuk berubah” dalam diri siswa.
Kebiasaan-kebiasaan yang baik ini oleh kita sebagai pendidik selama ini
telah ditanamkan dan diintegrasikan dalam semua mata pelajaran terutama
dalam mata pelajaran pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan.
Namun yang paling penting dalam hal ini adalah pembiasaan yang harus
dilakukan oleh kita sebagai pendidik dalam kehidupan sehari-hari di
lingkungan sekolah.
Pendidikan karaker bagi bangsa yang
kehilangan jati dirinya memang sangat diperlukan. Pendidikan karakter
dikembangkan untuk menguatkan identitas bangsa dan mencegah gejolak
permasalahan di tanah air yang cenderung kian mengaburkan semangat
nasionalisme. Untuk menciptakan pemuda pelajar yang memiliki karakter
mulia diperlukan upaya dan kerjasama yang sinergis antara orang tua,
sekolah, dan masyarakat. Kita sebagai pendidik merupakan ujung tombak di
lapangan dalam mewujudkan pribadi siswa yang mantap dan memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi dan harus senantiasa berperan aktif melalui
berbagai upaya yang dapat dapat menggugah kembali semangat nasionalisme
pemuda pelajar yang mulai luntur tergerus arus globalisasi.
Semangat kebangsaan atau nasionalisme
yang ada pada diri sesorang tidak datang dengan sendirinya tetapi
dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah watak dan karakter
bangsa serta pembiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Seiring dengan
dicanangkannya “pendidikan berkarakter” saat ini maka peran pendidik
menjadi lebih nyata dalam pembentukan karakter dan watak siswa. Tanggung
jawab pembentukan karakter siswa bukan hanya tanggung jawab sebagian
guru khususnya guru mata pelajaran PKn dan Pendidikan Agama tetapi harus
merupakan upaya bersama para guru, sehingga diharapkan segala upaya ini
dapat menjadi pagar betis penangkal pengaruh negatif yang sedang marak
berkembang belakangan ini.
Berikut ini adalah upaya yang dapat
dilakukan oleh kita sebagai pendidik dalam membangkitkan kembali
semangat nasionalisme di kalangan siswa didik kita di sekolah :
Pertama, penguatan peran
pendidik dan peserta didik agar terjalin sinergi antara implementasi
kegiatan transfer ilmu yang tetap mengedepankan kualitas dengan
terwujudnya peserta didik yang bermoral dan memegang teguh semangat
nasionalisme. Penguatan semangat nasionalisme harus dimulai dengan
mengembalikan jati diri pelajar agar terbentuk pribadi yang mantap dan
berakhlak mulia. Jati diri dapat memancar dan tumbuh kembang diawali
dengan menemukenali diri kita sendiri dan menemukan kembali jati diri
kita sebagai pendidik dan peserta didik. Membangun jati diri adalah
membangun karakter. Dalam membangun karakter dapat dilakukan dengan
menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa
menjadi paham (domain kognitif), menanamkan tata nilai serta menanamkan
mana yang boleh dan mana yang tidak (domain afektif), mampu melakukan
(domain psikomotor) dan memberikan teladan hidup (living model).
Peran guru dalam proses internalisasi
nilai-nilai positif di dalam diri siswa tidak bisa digantikan oleh media
pendidikan secanggih apapun. Oleh karena itu, mengembalikan jati diri
siswa memerlukan keteladanan yang hanya ditemukan pada pribadi guru.
Dalam menjalani amanah sebagai khalifah di muka bumi kita hendaknya
mampu memberikan suri teladan yang baik yang akan dicontoh oleh siswa
didik kita. Diawali dari niat yang bersih dan tulus ikhlas dalam setiap
mengawali pekerjaan, selalu bersyukur kepada-Nya dan memiliki hasrat
untuk berubah melalui doa dan usaha. Dengan terciptanya hasrat untuk
berubah ke arah yang lebih baik tentu akan menimbulkan manfaat yang
positif terhadap perkembangan siswa. Perlu ditanamkan dalam diri kita
sebagai pendidik bahwa sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang dapat
bermanfaat bagi orang lain. Tanpa peranan guru pendidikan karakter dan
pengembalian jati diri siswa tidak akan berhasil dengan baik. Orang yang
berjati diri akan memadukan antara cipta, karsa dan rasanya.
Pengembangan jati diri merupakan totalitas penampilan atau kepribadian
yang akan mencerminkan secara utuh pemikiran, sikap dan perilakunya.
Kedua, dalam setiap kegiatan
pembelajarannya pendidik harus senantiasa mengingatkan siswa untuk
senantiasa menanamkan dan menumbuhkan sikap mencintai dan bangga
terhadap Tanah Air. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar dalam pergaulan sehari-hari, mengembangkan dan melestarikan
budaya dan kesenian daerah dan menanamkan rasa bangga terhadap produk
dalam negeri dibandingkan dengan produk luar negeri diharapkan akan
mampu membangkitkan rasa bangga terhadap bangsa Indonesia yang pada
akhirnya muncul semangat nasionalisme pada siswa untuk tetap menjaga
keutuhan NKRI.
Ketiga, senantiasa
mengimplementasikan nilai-nilai luhur agama dan nilai-nilai Pancasila di
setiap kegiatan pembelajarannya. Pengembangan nilai-nilai agama untuk
menciptakan pribadi yang berakhlak mulia merupakan dasar yang utama
sesuai dengan nilai sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa. Menanamkan rasa peduli terhadap sesama dan menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia (implementasi sila kedua), menciptakan rasa
persatuan dan kesatuan serta menanamkan sikap lebih mendahulukan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan
(implementasi sila ketiga), membiasakan siswa untuk bersikap demokratis,
menghargai pendapat orang lain yang berbeda dalam setiap kegiatan
diskusi di kelas merupakan contoh implementasi sila ke empat, dan
mengembangkan sikap keadilan (fairness) baik dikalangan siswa ataupun
guru dalam setiap kegiatan pembelajarannya (implementasi sila ke lima).
Adil dalam memberikan penilaian terhadap siswa sesuai dengan prestasi
yang diraih siswa.
Keempat, membiasakan kegiatan
upacara bendera untuk membangkitkan semangat nasionalisme. Di tengah
perkembangan zaman yang semakin serba modern dan menggerus nilai-nilai
budaya bangsa, nampaknya kegiatan upacara bendera masih relevan untuk
dilaksanakan dalam rangka pembentukan karakter pribadi siswa yang
tangguh, disiplin dan bertanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa
pelaksanaan upacara bendera adalah bagian dari pembinaan mental, fisik
dan disiplin yang harus terus dilaksanakan dalam kehidupan sekolah.
Sekolah sebagai wahana “transfer of value” harus dapat menciptakan
nilai-nilai positif melalui penciptaan suasana kegiatan belajar mengajar
yang serba tertib yaitu tertib di kelas, tertib di lapangan dan
lingkungan sekolah dan tertib pengaturan dan penggunaan waktu (tertib
waktu).
Suatu kehidupan yang serba tertib akan
melahirkan suatu kedisiplinan yang prima yang dapat mendukung proses
belajar mengajar yang kondusif. Upacara bendera setiap hari Senin adalah
kegiatan puncak dalam pembinaan disiplin siswa di sekolah. Upacara yang
dilakukan secara tertib dan teratur menurut urut-urutan acara yang
telah ditetapkan dan sesuai dengan peraturan baris berbaris (PBB) akan
banyak memberikan manfaat bagi siswa diantaranya menegakkan
kedisiplinan, menumbuhkan semangat nasionalisme dan jiwa patriotik di
dalam diri siswa. Di tengah ancaman perpecahan dan aksi teror oleh
segelintir orang yang ingin memisahkan diri dari NKRI maka kegiatan
upacara bendera dapat menjadi benteng bagi siswa untuk mengantisipasi
merebaknya virus terorisme dan radikalisme. Penghormatan terhadap
bendera merah putih dapat dijabarkan maknanya sebagai semangat setiap
siswa untuk tetap menjaga keutuhan NKRI dan mengingatkan setiap siswa
untuk menghormati jasa para pahlawan yang telah rela berkorban untuk
kemerdekaan bangsa Indonesia. Siswa diharapkan sadar bahwa peran mereka
saat ini hanya dituntut untuk mengisi kemerdekaan melalui cara belajar
dengan sungguh-sungguh.
Kelima, mengoptimalkan kegiatan
pengembangan diri. Kegiatan ini merupakan kegiatan diluar jam pelajaran
sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui layanan bimbingan konseling (BK) dan kegiatan
ekstrakurikuler. Layanan BK dapat dioptimalkan melalui komunikasi yang
interaktif antara guru,siswa dan orang tua siswa sehingga dapat
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dari pengaruh negatif
lingkungan. Kegiatan ekstra kurikuler diharapkan dapat menyalurkan
minat, bakat, kemandirian siswa dan kemampuan bermasyarakat dan
kehidupan beragama serta kemampuan untuk memecahkan masalah. Kegiatan
seperti Pramuka, Paskibra, KIR, kegiatan olahraga dan banyak lagi
kegiatan pengembangan diri yang dikembangkan oleh tiap-tiap sekolah
diharapkan dapat membangkitkan semangat kebangsaan sehingga diharapkan
terbentuk pribadi siswa yang memiliki jiwa pembaharu, bertanggung jawab,
memiliki keberanian, disiplin dan tidak mudah menyerah.
Mudah-mudahan dengan semangat
nasionalisme yang tinggi dan kerjasama yang baik antara orang tua
siswa, guru, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat sekitar dapat
membentengi siswa dan menyelamatkan siswa dari pengaruh negatif
lingkungan sehingga siswa dapat meraih prestasi dan menjunjung tinggi
budi pekerti. Siswa dapat menjadi pelopor bagi lingkungan sekitarnya
untuk terus senantiasa membangkitkan semangat nasionalisme di dada
seluruh masyarakat Indonesia. Sekali lagi mudah-mudahan dengan
bangkitnya kembali semangat nasionalisme yang telah memudar akan dapat
mengembalikan jati diri bangsa Indonesia sehingga dapat bangkit menjadi
bangsa yang beradab, bermartabat dan dapat bersaing di dunia
internashonal tanpa meninggalkan identitas karakter kebangsaannya.
*Penulis adalah salah satu peserta Lomba Essai Guru Nasional Lazuardi Birru tahun 2011
0 komentar:
Posting Komentar